30/03/21

cerita Green children of Woolpit [ Anak Anak Berkulit Hijau dari desa Woolpit ]

Anak-anak berkulit hijau dikisahkan muncul di Woolpit di Suffolk, Inggris, sekitar abad ke-12, kemungkinan selama masa pemerintahan Raja Stephen. 

Anak-anak tersebut, laki-laki dan perempuan, secara umum berpenampilan biasa kecuali kulitnya yang berwarna hijau. Mereka berbicara dalam bahasa yang tidak diketahui, dan hanya mau memakan kacang hijau. 


Akhirnya mereka belajar makan makanan lainnya dan warna hijau kulit mereka memudar, namun si anak lelaki menjadi sakit-sakitan dan meninggal tak lama setelah mereka dibaptis. Anak yang perempuan memulai hidup barunya, tetapi ia dianggap "agak bebas dan serampangan dalam bertingkah."


Setelah ia belajar berbahasa Inggris, si anak perempuan menjelaskan bahwa ia dan saudaranya berasal dari Negeri St Martin, dunia bawah tanah yang penghuninya berwarna hijau.

tentu saja ini bukan foto asli, tapi kurang tau kalo yang kiri, mungkin bukan juga

Catatan agak kontemporer hanya terkandung dalam Chronicum Anglicanum karya Ralph dari Coggeshall dan Historia rerum Anglicarum karya William dari Newburgh, masing-masing ditulis sekitar tahun 1189 dan 1220. 


Antara masa itu dan penemuan kembali kisah itu pada pertengahan abad ke-19, anak-anak berkulit hijau tampaknya hanya muncul dalam karya Uskup Francis Godwin, The Man in the Moone, yang menceritakan catatan William dari Newburgh.


Dua pendekatan telah mendominasi penjelasan tentang kisah anak-anak hijau: bahwa itu adalah cerita rakyat yang menggambarkan perjumpaan khayalan dengan penghuni dari dunia lain, kemungkinan dari bawah tanah atau bahkan kehidupan dari luar angkasa, atau itu merupakan kisah peristiwa sejarah yang diputarbalikkan. 


Kisah itu diakui sebagai kisah fantasi ideal oleh penyair anarkis dan kritikus Herbert Read dalam English Prose Style karyanya, diterbitkan tahun 1931. Kisah itu memberi inspirasi dalam satu-satunya novel karyanya, The Green Child, ditulis tahun 1934.



***


Desa Woolpit merupakan sebuah daerah di Suffolk, Anglia Timur, sekitar 7 mil (11 km) timur kota Bury St Edmunds. 


Selama Abad Pertengahan desa itu menjadi terkenal berkat Biara Bury St Edmunds, dan merupakan salah satu bagian daerah paling padat penduduknya di pedesaan Inggris. 


Dua penulis, Ralph dari Coggeshall (meninggal tahun 1226) dan William dari Newburgh (sekitar 1136-1198), melaporkan kemunculan dua anak berkulit hijau yang misterius selama satu musim panas pada abad ke-12 di desa tersebut. 


Ralph merupakan seorang kepala biara di biara Sistersian di Coggeshall, sekitar 26 mil (42 km) selatan dari Woolpit. William juga merupakan seorang kanon di Priori Newburgh Augustinian, di bagian utara di Yorkshire. 


William menyatakan bahwa catatan kisah yang diberikan dalam bukunya Historia Rerum Anglicarum (1189) berdasarkan "laporan dari sejumlah sumber yang dapat dipercaya" catatan kisah yang ditulis Ralph di Chronicum Anglicanum, ditulis beberapa waktu selama tahun 1220-an, dan menggabungkan informasi dari Sir Richard de Calne dari Wykes,[nb 1] yang kabarnya memberikan perlindungan kepada anak-anak hijau di kediamannya, 6 mil (9,7 km) di utara Woolpit. 


Penjelasan yang diberikan oleh dua penulis ini berbeda dalam beberapa rincian.


***

Suatu hari pada saat panen, menurut William dari Newburgh yang hidup selama pemerintahan Raja Stephen (1135-1154), para penduduk desa Woolpit menemukan dua anak yang merupakan kakak beradik, di samping sebuah lubang serigala yang memberikan julukan pada desa tersebut.


Mereka berkulit hijau dan berbicara dengan bahasa yang tidak dikenal, serta mengenakan pakaian yang sangat asing. 


Ralph melaporkan bahwa anak-anak tersebut dibawa ke rumah Richard de Calne. 


Ralph dan William sependapat bahwa kakak beradik itu menolak semua makanan yang diberikan kepada mereka oleh orang-orang desa selama beberapa hari, sampai akhirnya mereka menemukan beberapa kacang hijau yang kemudian dikonsumsi dengan baik yang membuat mereka bersemangat.


Lantas mereka menyesuaikan diri secara bertahap dengan makanan normal dan dalam waktu yang tidak lama mereka kehilangan warna hijau di kulit mereka.


Kemudian salah satu anak yang lebih muda dari pasangan saudara itu menjadi sakit dan akhirnya meninggal tidak lama setelah mereka berdua dibaptis.


Setelah satu anak yang tersisa berhasil mempelajari bahasa Inggris (Ralph mengatakan bahwa hanya anak perempuan dari pasangan saudara itu yang masih hidup), ia menjelaskan bahwa mereka berasal dari sebuah daerah yang tidak pernah disinari Matahari, melainkan cahaya seperti senja. 


William mengatakan anak-anak menyebut daerah mereka sebagai Taman St. Martin; Ralph menambahkan bahwa segala sesuatu yang ada di sana umumnya berwarna hijau. 


Menurut William, anak-anak tersebut tidak mampu menjelaskan kedatangan mereka di Woolpit. Mereka sedang menggembalakan ternak ayah mereka ketika mereka mendengar sebuah suara keras (menurut William, bel dari Bury St Edmunds), dan tiba-tiba mereka berada dalam sebuah lubang serigala tempat mereka ditemukan. 


Ralph mengatakan bahwa mereka secara tiba-tiba menghilang ketika mereka mengikuti ternak mereka menuju sebuah gua, dan setelah dibimbing oleh sebuah suara lonceng misterius, akhirnya mereka muncul di negeri Inggris.


Masih menurut Ralph, akhirnya gadis itu dipekerjakan sebagai pelayan di rumah Richard de Calne selama bertahun-tahun, di sana ia dianggap sebagai "anak nakal dan sangat kurang ajar". 


Dia menikah dengan seorang pria dari King's Lynn, sekitar 40 mil (64 km) dari Woolpit, di mana Ralph mengatakan ia masih hidup tak lama sebelum Ralph menulis kisahnya. 


Berdasarkan pada penelitian ke dalam sejarah keluarga Richard de Calne, astronom dan penulis Duncan Lunan telah menyimpulkan bahwa gadis itu diberi nama "Agnes", dan ia menikah dengan seorang pejabat kerajaan bernama Richard Barre.


****


Sekurang-kurangnya ada dua pendekatan yang telah mendominasi penjelasan dari misteri anak-anak hijau. 


Yang pertama adalah bahwa cerita itu adalah cerita rakyat biasa, yang menggambarkan suatu pertemuan imajiner dengan penduduk sebuah "Dunia Peri".


Yang kedua adalah bahwa ada kemungkinan cerita yang dicatat merupakan cerita yang berdasarkan kejadian nyata tetapi isinya telah mengalami banyak modifikasi,


meskipun ada kemungkinan untuk memastikan apakah cerita seperti yang dicatat adalah laporan otentik yang diberikan oleh anak-anak tersebut atau hanya sebuah "hasil khayalan orang dewasa".


Sebuah studi tentang catatan anak-anak dan pelayan yang melarikan diri dari tuannya membuat Charles Oman menyimpulkan bahwa "jelas ada beberapa misteri di balik semuanya [cerita anak-anak hijau] dengan cerita tentang pembiusan dan penculikan."



Sejarawan semacam Charles Oman menyatakan bahwa satu unsur dalam cerita anak hijau, yakni jalan masuk menuju dunia yang berbeda melalui sebuah gua, tampak cukup populer. 


Gerald dari Wales mengisahkan cerita serupa mengenai seorang bocah lelaki yang kabur dari tuannya, dan "bertemu dua orang pigmi yang memandunya melalui jalan bawah tanah menuju tempat yang indah dengan padang dan sungai, namun tidak diterangi cahaya matahari".


 Namun sebagai dongeng, kisah semacam itu malah jarang; E. W. Baughman mendaftarnya sebagai satu-satunya contoh dalam kategori F103.1-nya mengenai dongeng Amerika Utara dan Inggris: "Para penghuni dunia bawah mengunjungi manusia, dan terus hidup bersama mereka".


 Martin Walsh berpendapat bahwa Referensi pada Santo Martinus cukup signifikan, dan melihat bahwa kisah anak-anak hijau merupakan bukti bahwa perayaan Martinmas berasal dari Inggris, yang darinya cerita anak membentuk "stratum terbawah".


 E. S. Alderson mengemukakan adanya kaitan kisah itu dengan tradisi Kelt dalam edisi Notes and Queries tahun 1900: Roh "Hijau" itu tidak punya dosa dalam tradisi dan sastra Kelt ... 


Mungkin lebih dari sekadar kebetulan bahwa si gadis hijau menikahi seorang 'pria dari [Kings] Lynn.' Di sini [kata Kelt] asli adalah lein, jahat, dengan kata lain. 


peri yang murni menikahi putra bumi yang berdosa."Jeffrey Jerome Cohen mengajukan pendapat bahwa anak-anak hijau adalah kenangan dari masa lalu Inggris dan penaklukan yang kejam terhadap Suku Briton oleh kaum Anglo-Saxon menyusul invasi Normandia. William dari Newburgh secara enggan


memasukkan kisah anak-anak hijau dalam ceritanya mengenai Inggris yang telah bersatu, yang oleh Cohen disejajarkan dengan karya Geoffrey dari Monmouth, Sejarah Raja Britania, sebuah buku yang menurut William penuh dengan kebohongan.


 Sejarah versi Geoffrey menjelaskan tentang para raja dan kerajaan terdahulu dari berbagai identitas ras, sedangkan Inggris versi William adalah negara yang orang-orangnya telah berasimilasi (dalam kasus bangsa Norman) atau terdesak ke perbatasan (suku Wales, suku Skot, dan suku Pict). 


Menurut Cohen, anak-anak hijau merepresentasikan intrusi ganda pada visi William mengenai Inggris bersatu. 


Di satu pihak, mereka adalah pengingat tentang perbedaan ras dan budaya antara bangsa Norman dan bangsa Anglo-Saxon, khususnya karena anak-anak itu mengklaim bahwa mereka datang dari Tanah St Martin, yang dinamai dari Santo Martinus dari Tours; satu-satunya penyebutan lainnya tentang santo tersebut oleh William adalah ketika membahas Biara Santo Martinus di Hastings, yang dibangun untuk memperingati kemenangan bangsa Norman pada tahun 1066.


 Tapi anak-anak hijau juga menjadi perwujudan dari para penghuni awal Kepulauan Britania, "suku Wales (dan suku Irlandia dan Skot) yang telah secara paksa diangliakan ... Kisah anak-anak hijau memunculkan cerita lain yang tidak dapat diceritakan oleh William, salah satunya adalah tentang dominion Inggris yang menjadi asumsi yang bermasalah alih-alih menjadi kesimpulan terdahulu."[19] Khususnya si bocah lelaki hijau, yang mati dan bukannya berasimilasi, melambangkan "suatu dunia yang dekat yang tidak dapat dikuasai ... suatu keberlainan yang akan binasa untuk bertahan".[20]



Dalam perkembangan modernnya, kisah anak-anak hijau dikaitkan dengan kisah Babes in the Wood, yang ditinggalkan untuk mati oleh paman mereka yang jahat; dalam versi ini warna kulit mereka yang hijau diduga karena mereka keracunan arsenik. 


Mereka kabur dari hutan tempat mereka ditinggalkan, kemungkinan ke Hutan Thetford, dan anak-anak itu terjatuh ke dalam lubang di Woolpit kemudian ditemukan oleh warga desa. 


Dalam bukunya yang terbit tahun 1978, A Slice of Suffolk, penulis dan penyanyi lokal Bob Roberts mengatakan "Aku diberi tahu bahwa masih ada orang-orang di Woolpit yang merupakan 'keturunan dari anak-anak hijau', tetapi tak ada yang bilang siapa-siapa saja mereka!"Pendapat lainnya mengatakan bahwa anak



anak hijau kemungkinan adalah makhluk luar Bumi, atau penghuni dunia bawah tanah. 


Pada tahun 1996 dalam artikel yang diterbitkan di majalah Analog, astronom Duncan Lunan berhipotesis bahwa anak-anak hijau secara tidak sengaja dipindakan ke Woolpit dari planet asal mereka sebagai akibat dari kegagalan alat "pemancar materi" mereka.


 Lunan berpendapat bahwa planet asal anak-anak hijau kemungkinan terperangkap dalam orbit sinkron di sekitar mataharinya, sehingga kehidupan hanya ada di daerah senja yang sempit di antara permukaan yang sangat panas dan sisi gelap yang membeku. 


Lunan menjelaskan warna kulit yang hijau merupakan efek samping yang muncul karena para penghuni planet mengonsumsi makanan asing yang telah termodifikasi secara genetik.


Lunan bukan orang pertama yang memberi dugaan bahwa anak-anak hijau kemungkinan adalah makhluk luar Bumi. Cendekiawan Robert Burton berpendapat dalam karyanya tahun 1621 The Anatomy of Melancholy bahwa anak-anak hijau mungkin "jatuh dari langit". 


Gagasan itu tampaknya kemudian diambil oleh Francis Godwin, seorang sejarawan dan Uskup Hereford, dalam fiksi spekulatifnya, The Man in the Moone,


 yang diterbitkan setelah dia meninggal pada tahun 1638.



Banyak imigran Flemish yang tiba di Inggris Timur pada abad ke-12, dan mereka disiksa setelah Henry II menjadi raja pada tahun 1154; banyak dari mereka dibantai di dekat Bury St Edmunds pada 1173. Paul Harris berpendapat bahwa orang tua anak-anak hijau adalah orang Flemish yang tewas pada masa kerusuhan dan anak-anak itu kemungkinan datang dari desa Fornham St Martin, sebelah utara Bury St Edmunds, tempat adanya permukiman pembuatan pakaian Flemish saat itu. Mereka barangkali kabur dan pada akhirnya mengembara ke Woolpit. 


Tak tahu arah, dan berpakaian dengan pakaian Flemish yang asing, anak-anak itu mungkin menjadi tontonan aneh bagi penduduk desa Woolpit.


Warna kulit anak-anak itu dapat dijelaskan oleh penyakit hijau, yang terjadi akibat kekurangan makanan.


Brian Haughton beranggapan bahwa penjelasan Harris masuk akal, dan salah satu yang paling banyak diterima,


 meskipun bukannya tanpa celah. Misalnya, Brian berpendapat bahwa orang terdidik seperti Richard de Calne tidak mungkin tak mengenali bahasa yang dituturkan oleh anak-anak Flemish.


Sejarawan Derek Brewer memberikan penjelasan yang lebih menjemukan:Kemungkinan inti dari masalah ini adalah bahwa anak-anak yang sangat kecil ini, menggembala atau mengikuti ternak, tersesat dari hutan desa mereka, sedikit bicara, dan (dalam istilah modern) tidak tahu alamat rumah mereka sendiri. 


Mereka mungkin menderita klorosis, penyakit kekurangan makanan yang membuat kulit menjadi berwarna kehijauan, karena itulah disebut "penyakit hijau" Dengan diet yang baik penyakit itu menghilang.


Penyair anarkis dan kritikus Inggris Herbert Read menggambarkan cerita anak-anak hijau dalam karyanya English Prose Style, yang diterbitkan pada tahun 1931, sebagai "norma yang harus diikuti oleh semua jenis fantasi".


 Cerita anak hijau juga merupakan insprasi bagi novelnya, The Green Child, yang ditulis pada tahun 1934.


 Kevin Crossley-Holland pada tahun 1994 juga menulis adaptasi cerita anak hijau dari sudut pandang si anak perempuan hijau.


Penulis John Macklin menyertakan sebuah kisah dalam bukunya yang terbit tahun 1965, berjudul Strange Destinies, mengenai dua anak hijau yang tiba di desa Banjos di Spanyol pada tahun 1887.


 Banyak rincian cerita tersebut yang mirip dengan cerita anak-anak hijau Woolpit, misalnya nama Ricardo de Calno, wali kota Banjos yang berteman dengan dua anak itu. Namanya mirip dengan Richard de Calne.


Dengan demikian tampaknya cerita Macklin adalah cerita rekaan yang terilhami oleh cerita anak-anak hijau dari Woolpit,


 khususnya karena tidak ada catatan mengenai desa di Spanyol yang bernama Banjos.


Pada tahun 2002, penyair Inggris Glyn Maxwell menulis sebuah sandiwara sajak yang berdasarkan pada cerita anak-anak hijau. Sandiwara itu berjudul Wolfpit (nama awal untuk Woolpit) dan dipentaskan sekali di New York City. 


Dalam versi Maxwell, si anak perempuan hijau menjadi pelayan tuan tanah, sampai seorang asing bernama Juxon membelinya dan membebaskannya, lalu membawanya ke suatu tempat yang tidak diketahui.


Cerita anak-anak hijau merupakan tema dari sebuah opera, yang diisi oleh anak-anak dan orang dewasa dan digubah oleh Nicola LeFanu pada tahun 1990; librettonya ditulis oleh Kevin Crossley-Holland.


full wiki pedia,