Aku tidak pernah merasa sekacau ini setelah melihat kekasihku.
Baiklah, mungkin kalian masih bingung dengan ceritaku, aku akan memulainya dari awal agar kalian mengerti apa maksudku ini.
Ini di mulai setelah kematian saudaraku, sebelum dia meninggal dia bersikap aneh dengan tersenyum menyeringai terus menerus kepadaku, setiap malam dia tidak pernah tidur dan menatapku
dari sisi ranjangnya tidur (Aku tinggal sekamar dengan saudaraku).
Itu terjadi selama seminggu, sebelum aku mendapatkan kabar mengejutkan itu, bahwa dia meninggal karena overdosiss obat-obatan.
Di pemakaman kami semua berkabung, dan aku mulai merasakan kutukan itu.Aku melihat seorang pria yang mencoba menghiburku, dia tersenyum melambaikan tanganya ke arahku, namun aku tidak tertuju pada senyumanya atau keramahanya melainkan wajahnya.
Ya. Aku melihat, dia tidak memiliki wajah, hanya kulit tipis pucat dan rata.
Aku pikir, aku sedang tidak dalam kondisi yang baik.
Setelah upacara itu usai, pria itu masuk ke dalam mobilnya, berjalan beberapa meter dan sebuah Truk Besar menyambarnya.
Pria itu tewas terbakar hidup-hidup dan aku melihatnya di depan mataku sendiri.-16 tahun berlalu,
Aku mulai masuk ke bangku kuliah, ketika aku kembali terkejut menatap wajah dosenku.
Ya, ini terjadi lagi.
Benar saja, seperti sebelumnya, aku melihat Dosenku tewas dengan kepala pecah saat mencoba menuruni anak tangga. Tidak berhenti disana, selalu saja, entah itu di jalan, di perbelanjaan atau bahkan di stasiunt, aku selalu melihat wajah rata itu muncul.
Aku duduk memandang kekasihku untuk beberapa saat, ku peluk dia kemudian ku bisikkan di telinganya, “Rest in Peace”Dan sebuah Mobil menghantam tepat di wajahnya.
Mungkin, aku memang terlahir dengan kutukan ini. Seperti yang ku pelajari, sahabat terbaik manusia adalah Kematian.