25/02/19

The Six Sin’s part 1-8 by Alienor [creepypasta indonesia]

Aku tinggal di sebuah kota tua di suatu negara bagian. Kotaku seperti kota hantu dengan rumah-rumah yang tak terurus, sunyi, dan tidak berpenghuni. Sebenarnya masih ada beberapa penduduk yang tinggal, para tetua yang menghabiskan sisa waktu di masa tuanya dengan ketenangan.
Sebelumnya kotaku ini adalah sebuah kota yang ramai. Dengan banyak wisatawan karena kotaku terkenal dengan pantai yang sangat indah dan penduduknya yang ramah.

Suatu hari ada sebuah berita tentang wisatawan yang menghilang tanpa jejak di kamar hotelnya. Tidak ada tanda-tanda barang hilang, semua barang miliknya berada di kamar hotelnya. Polisi berusaha mencarinya ke semua penjuru kota tapi tidak menemukannya. Sebulan kemudian seorang wisatawan kembali menghilang. Kali ini wisatawan yang menghilang saat pergi menuju mini market saat malam hari. Wisatawan tersebut tidak kembali ke kamar hotelnya dan polisipun tidak dapat menemukannya.

Kejadian inipun terus berlanjut hingga 36 kasus orang hilang. Polisi semakin kebingungan dengan kejadian ini. Polisi memberi peringatan kepada penduduk kota dan wisatawan agar selalu berhati-hati saat berpergian.

Sebuah kejadian aneh terjadi. Di sebuah motel dekat pinggir pantai ditemukan potongan-potongan tubuh yang ditata rapih membentuk lingkaran. Tidak ada tanda-tanda perampokan atau pembunuhan di tempat kejadian tersebut.

Ada 13 potong tubuh, yaitu bagian mata, panggul, lengan, kaki, telinga, jari kaki, rahang, tulang rusuk, bibir, gusi, usus, bokong, dan lemak tubuh. Polisi membawa potongan-potongan tubuh tersebut lalu membawanya ke forensik.

Setelah di identifikasi, potongan-potongan tubuh tersebut dimiliki oleh orang-orang yang berbeda.
Sampai suatu sore dimana orang-orang sedang asik melihat matahari terbenam sesuatu terjadi. Tiba-tiba sekumpulan orang muncul dari dari semak-semak dengan muka yang aneh. Mata dan mulut mereka dijahit, mereka berlarian mengejar para pengunjung pantai. Mereka seperti dikendalikan sesuatu dari kejauhan. Mereka menangkap dan merobek leher para pengunjung lalu menyeretnya kedalam semak-semak lalu menghilang. Dari beberapa saksi mata mengatakan bahwa segerombolan orang yang menyerang itu adalah orang-orang hilang yang tidak ditemukan.

*****

Dengan semua keributan yang terjadi, penduduk semakin khawatir dengan keselamatan mereka. Mereka kehilangan rasa aman.

Suatu hari, saat matahari mulai terbenam. Enam sosok pria tiba-tiba muncul. Mereka berjalan di sebuah jalan yang besar dan ramai. Mereka terlihat seperti wisatawan yang sedang berlibur. Tiba-tiba seorang wanita mendekati mereka untuk menawarkan penginapan.

Wanita itu berkata “Tuan-tuan silahkan mengunjungi penginapan kami. Kami mempunyai fasilitas yang ... “ belum selesai wanita itu berbicara, salah satu dari pria tersebut mencengkram wajah wanita itu. Semua orang-orang melihat dengan kaget. Tiba-tiba dari tubuh wanita itu keluar aura berwana hitam, seperti asap. Aura tersebut masuk kedalam mulut pria yang mencengkramnya. Setelah auranya habis, pria itu menghancurkan kepala wanita itu.

Orang-orang yang melihat kejadian itupun menjerit histeris. Mereka berlarian menjauhi 6 pria aneh itu. Lalu salah satu dari pria itu menepuk tangannya dan keluarlah segerombolan manusia dengan dengan mata dan mulut yang dijahit, seperti yang terjadi di pantai tempo hari tetapi kali ini lebih banyak. Kali ini mereka menculik 72 orang dan mereka menghilang dalam kegelapan.

Seminggu kemudian, 72 orang yang diculik itupun kembali. Entah dari mana mereka datang. Tetapi mereka muncul dengan keadaan yang mengerikan. Muka mereka pucat, ada yang mengeluarkan mimik muka ketakutan, adapun yang tidak berekspresi sama sekali. Sebagian dari mereka menjadi gila, mencongkel matanya dan memakannya, menghantamkan kepala mereka ke tembok, dan bunuh diri. Mereka berteriak meminta pertolongan dan seringkali mereka mengatakan tentang “The Six Sin’s” mereka mengatakan bahwa iblis itu akan kembali.

The Six Sin’s? Apa itu The Six Sin’s? Siapa mereka dan mau apa mereka?

Orang-orang kebingungan, lalu mereka teringat kejadian seminggu yang lalu saat ada 6 orang pria yang aneh datang. Apakah mereka The Six Sin’s?

Salah satu dari orang-orang yang diculik akhirnya menceritakan apa yang terjadi saat mereka dicuik.

Dia mengatakan mereka di bawa ke sebuah rumah tua yang besar di dalam hutan. Disana kami melihat pemandangan yang mengerikan. Barang-barang yang berantakan, darah dimana-mana, mayat berserakan, suara minta tolong yang mengilukan. Lalu kami semua di bawa ke suatu ruangan besar yang megah dengan 6 tahta. Disanalah The Six Sin’s bertahta.

Mereka orang-orang sinting yang menjual jiwanya kepada iblis. Mereka menamai diri mereka dengan The Six Sin’s karena mereka mewakili 6 dosa besar. Entah kenapa mereka hanya 6 orang yang seharusnya ada 7, tapi aku tidak berpikir sampai situ. Mereka duduk berjejer menghadap kami. Mereka tak segan memperkenalkan diri.

Yang pertama adalah Ira, dia mewakili dosa Wrath atau kemurkaan dan dia menjual jiwanya pada Aamon.
Yang kedua adalah Superbia, dia mewakili dosa Pride atau kesombongan dan dia menjual jiwanya pada Lucifer.
Kemudian yang keliga adalah Luxuria, dia mewakili dosa Lust atau nafsu yang menjual jiwanya pada Asmodeus.
Yang keempat adalah Avartia, mewakili dosa Greed atau keserakahan yang menjual jiwanya pada Mammon.
Kelima adalah Gula, mewakili dosa Gluttony atau kerakusan dan menjual jiwanya pada Beelzebub.
Terakhir yaitu keenam adalah Invidia, dia mewakili dosa Envy atau iri dan menjual jiwanya pada Leviathan.

Mereka mengatakan bahwa mereka membutuhkan 6 orang setiap bulan untuk dijadikan santapan untuk mereka. Semua orang terdiam mendengar hal itu. Mulut pun sudak tidak bisa mengucapkan kata-kata. Badan gemetar tak karuan. Akupun merasa jijik karena lantai yang ku injak ternyata adalah darah yang bercampur dengan daging yang tercabik-cabik. Di sebuah sudut ruangan aku melihat mahluk yang menculik kami sedang memotong-motong tubuh manusia. Entah siapa yang mereka potong, lalu menggilingnya dan membentuknya menjadi bulat. Setelah itu mereka menyajikannya kepada “Raja-raja” mereka.

***

Keesokan harinya setelah berita tentang The Six Sin’s tersebar. Orang-orang di kota itu mulai mengemasi barang-barang mereka dan ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu. Hal itu sudah diketahui The Six Sin’s dan mereka mengutus Ira untuk mengancam para penduduk dan wisatawan yang akan kabur. Ira datang dengan membawa kemarahan yang sangat besar.

Ia datang dengan awan gelap bersama petir yang menyertainya yang membuat penduduk sangat ketakutan. Ira berteriak dengan kerasnya lalu mulai berbicara dengan suara beratnya. “Akulah Ira sang kemurkaan”. “Siapapun yang pergi dari kota ini akan mati”.

Ira menarik seorang wanita di depannya yang sedang ketakutan lalu mencekiknya dan membakarnya lalu berkata “Beginilah kalian jika kalian berani kabur dari tempat ini”. Ira tertawa dengan keras lalu memeluk dan membelai wanita yang terbakar itu lalu pergi.

Semua orang putus asa. Lalu semua orang berkumpul di sebuah Dome pinggir kota untuk mengungsi. Mereka membicarakan siapa yang akan dikorbankan untuk menjadi santapan The Six Sin’s. Semua terdiam karena sudah pasti tidak ada yang mau untuk dikorbankan. Tiba-tiba seorang pemuda berdiri dan berteriak “mengapa tidak kita korbankan saja orang yang sedang sakit parah atau sekarat dan orang yang sudah tua saja?”

Kejam memang, tapi apalagi yang harus diperbuat. Semua orang setuju kecuali walikota Jorgen, karena anak perempuan satu-satunya Alice yang sangat dicintainya sedang terbaring lemah di rumah sakit, berjuang melawan penyakit yang sangat parah. Memang sudah tidak ada harapan lagi untuk sembuh, tetapi jika harus mengorbankannya?

Penduduk yang sudah mulai gila berteriak kalo walikota Jogen tidak adil dan tidak becus mengamankan kota sehingga bisa terjadi seperti ini. Walikota Jorgen pun bingung dan merasa tertekan, akhirnya diapun menyerah lalu bergegas ke rumah sakit tempat putrinya berada. Setelah sampai ia bertemu dengan putrinya, dia bercerita tentang orang-orang yang ingin mengorbankannya untuk The Six Sin’s.

Alice meneteskan air mata lalu tersenyum kepada ayahnya. Alice mengiyakan mengingat memang umurnya sudah tak lama lagi dan ingin menyelamatkan semua orang. Walikota Jorgen tidak bisa menahan lagi air matanya lalu memeluk erat anaknya. Alice berkata “Maafkan aku ayah, aku tidak bisa menjaga ayah di usia ayah yang senja ini. Maaf aku tidak berguna untukmu. Tapi di kehidupan selanjutnya jika aku bertemu dengan ayah, aku akan menjagamu. Aku janji.”

Tiba-tiba para penduduk datang dan mencoba untuk memisahkan mereka dan membawa Alice ke tempat The Six Sin’s dan meninggalkannya tepat di depan rumah tempat The Six Sin’s berada.
Alice kedinginan sekaligus ketakutan. Saat itu gelap, hanya ada suara binatang malam.

Alice mulai menggigil dan mulai kebingungan, tiba-tiba pintu mulai terbuka. Terlihat seorang pria muda seperti butler tersenyum hangat pada Alice dan mempersilahkan Alice untuk masuk. Alice berjalan dengan tertatih mendekati pria itu lalu terjatuh. Pria itu menangkapnya lalu menggendongnya lalu membawanya ke ruang tamu. Pria itu bertanya pada Alice mengapa ia ada di luar sendirian?

Alice menjawab “A-aku dibawa ke sini untuk dikorbankan pada The Six Sin’s”
Pria itu bertanya kembali “Apa kau dipaksa dibawa kesini?”
“Tidak, aku dengan sukarela menjadi persembahan, untuk melindungi para penduduk kotaku”.
Pria itu membelai Alice dengan lembut lalu memeluknya “Sungguh malang” ucapnya.
Lalu pria itu bertanya “Siapa namamu gadis cantik?”
“A-alice” ucap elis terbata, “dan kau?”.
“Perkenalkan, aku Luxuria salah satu The Six Sin’s”.
Alice terkejut mendengarnya, ia ingin melepaskan pelukannya tapi apadaya, dengan badannya yang lemah ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Luxuria mengecup kening Alice dan berkata “Tenanglah, aku tidak akan memakan gadis secantik kamu”.

Pelukan Luxuria sangatlah hangat dan membuat Alice sangat nyaman. Kehangatan Luxuria tak lama, tiba-tiba Alice merasakan tubuh Luxuria dingin seperti es. Luxuria melepaskan pelukannya lalu berteriak “Superbia, keluar kau!!”

Tak lama terdengar suara langkah kaki yang berat berasal dari sebuah lorong. Terlihat seorang pria paruhbaya dengan perawakan tinggi tegap, wajah yang tegas dan mata yang tajam.

Superbia berkata “Ada apa kau memanggilku, dan siapa dia? Apa dia makanan kita?”
Luxuria menjawab “Dia Alice, orang yang yang dengan sukarela menjadi santapan kita.”
“Menarik” kata Superbia, lalu Superbia mendekati Alice tapi Luxuria menghalangi jalan Superbia. Luxuria berkata “Jangan, kali ini dia tidak akan menjadi makan malam kita. Aku ingin meminta pertolongan padamu, mengingat kau yang terkuat diantara yang lain”.
Superbia tersenyum sinis lalu berkata “Lalu apa yang kau mau?”
“Apa kau bisa merubah Alice seperti kita? Tolonglah aku sangat menyukainya dan ingin memilikinya.” “Kau mempunyai separuh kekuatan Lucifer, pasti kau mampu merubahnya kan? Aku yakin Alice akan sangat berguna untuk kita, aku bisa menjaminnya” kata Luxuria.
Superbia berkata “Aku bisa saja merubah dia menjadi seperti kita, tapi dengan persetujuan Lucifer tentunya”.

Luxuria mulai putus asa dan mulai memohon lebih keras pada Superbia, karena ia tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan mungkin Lucifer tidak akan menyetujuinya.
Akhirnya Superbia menyanggupi, tetapi denga beberapa syarat . . .

****

Persyaratannya adalah kau harus menyiapkan semua yang aku butuhkan. Aku membutuhkan bahan-bahan seperti moonlight dew, magic flames, fairy abrasive, soul ring dan jangan lupakan yang paling penting Bloodstone. Lux terkejut saat Superbia meminta Bloodstone sebagai bahan untuk merubah Alice. Benda yang sangat langka yang hanya dimiliki oleh salah satu dari The Four Horsemen.
Superbia memberi peringatan pada Lux hati-hati saat berbicara pada The Four Horsemen, mereka adalah prajurit kesayangan Lucifer. Jika mereka tau aku akan mengubah Alice menjadi seperti kita mereka pasti akan melaporkan pada Lucifer dan habislah kita.

Lux terduduk lemas dan Superbia pun pergi. Lux kebingungan dan ketakutan, entah apa yang harus ia katakan saat bertemu dengan salah satu The Four Horsemen. Alice mendekati Lux dan bertanya mengapa Lux ingin mengubahnya menjadi seperti dia. Lux berbicara sambil menangis “Karena kau mengingatkanku dengan seseorang, entah siapa tapi aku tau dan aku seperti mengenalmu dan aku ingin kau bersamaku”. Alice menjawab “Aku bisa berada selalu disampingmu tanpa kau mengubahku, aku ingin tetapi menjadi diriku.”

“Tapi Alice, kau sedang sakit parah dan tidak bisa di sembuhkan. Jika kau berubah seperti aku, penyakitmu akan hilang dan kau akan hidup abadi.”
Alice terkejut mendenga Lux mengetahui jika Alice sedang sakit parah. Alice menanyakan pada Lux bagaimana ia tau kalo dirinya sedang sakit.

Lux menjawab dengan lembut lalu memegang tangan Alice “Hanya dengan memegang tanganmu aku tau seluruh penyakitmu, ingatanmu, bahkan apa yang sudah kau makan.”

Alice terdiam, ketakutannya pada Lux pun mulai hilang. Ia berfikir jika ia berubah ia akan sembuh dan bisa kembali ke kota dan bertemu dengan ayahnya. Tak sempat Alice merasa bahagia saat membayangkan setelah perubahannya nanti ia dikejutkan oleh Lux yang menarik rambutnya, mencium rambutnya lalu berbisik “Apakah aku lupa mengatakan kalau aku bisa membaca pikiranmu?”

“Kau tidak akan pernah bertemu dengan ayahmu lagi setelah aku merubahmu. Setelah kau berubah, ingatanmu akan hilang dan kau tidak akan pernah mengenal ayahmu lagi dan yang ada dipikiranmu hanya AKU!!!”

Lux menggendong Alice lalu pergi.

****

Lux membawa Alice ke sebuah ruangan besar kosong hanya dengan satu tempat tidur tua. Lux meminta Alice untuk tidur dan jangan pernah keluar ruangan itu sebelum ia kembali. Lux memegang tangan Alice dan berkata ia akan pergi ke tempat The Four Horsemen berada dan ia akan mendapatkan bloodstone secepatnya.

Setelah Lux pergi Alice turun dari tempat tidurnya dan pergi keluar kamar. Ia tidak menghiraukan apa yang dikatakan oleh Lux. Alice membuka pintu dengan perlahan, melihat sekeliling lalu keluar dari kamarnya.

Ia berjalan menuju suatu lorong yang cukup panjang. Di ujung lorong terlihat sebuah cahaya redup berwarna merah dengan sebuah bayangan manusia yang sedang mondar mandir. Alice mulai mendekati ruangan merah tersebut, tetapi saat ia berjalan perlahan lantai yang diinjaknya berdecit dan membuat bayangan itu berhenti bergerak.

Bayangan itu seperti menoleh ke arah pintu lalu terdengar suara langkah besar mendekat. Alice panik, ia tidak tau harus pergi kemana. Lalu ia bergegas mundur dan menemukan sebuah pintu yang tidak dikunci. Alice bergegas masuk dan segera menutup pintu.

Jantungnya berdegup kencang, tangannya pun gemetar. Suara langkah kaki itu pun semakin mendekat lalu berhenti tepat di depan pintu tempat Alice bersembunyi. Alice terkejut dan berusaha menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Badan Alice mulai bergetar saat melihat knop pintu bergerak.

Tiba-tiba terdengar seperti suara tembakan yang membuat bayangan tersebut pergi. Alice melepaskan tangannya dari mulutnya lalu menghela nafas dengan panjang tapi kemudian ia terkejut saat mendengar suara seorang pria dengan suara lembut mengatakan “Apa kau Alice?”.

Alice berbalik dan melihat seorang laki-laki tua memakai baju putih dan masker seperti dokter dengan membawa selang pendek berwarna merah. Alice mengangguk menandakan iya lalu berkata “M-maaf telah masuk ke ruangan anda tanpa permisi bukan maksudku tidak sopan, t-tapi . . . “ tiba-tiba pria itu menyela “Tidak apa, silahkan duduk di kursi itu duduklah dengan nyaman”. Alice duduk di salah satu kursi di sudut ruangan, melihat pria itu berjalan menuju lemari kaca dan menaruh selang itu.

Dalam lemari itupun ia melihat berbagai macam selang, ada yang bercabang, ada yang berdiameter besar dan kecil, sepertinya pria tua itu sangat menyukai selang.

Pria itu melepaskan sarung tangan karetnya lalu membuka maskernya. Pria itu duduk tepat di depan Alice. Pria itu memandang Alice dengan mata tajam, terlihat mengamati Alice dan berkata "Beratmu 45 kilo, tinggimu 158, t-tidak maksudku 159, mengidap angina pektoris cukup lama, obat terakhir yang kau minum beta bloker padahal kau juga mengidap asma broncia."

Alice hanya terdiam dan tercengang melihat pria itu mengetahui semua tentang tubuhnya. Alice hanya mengangguk dan tertunduk. Lalu pria itu mulai berbicara lagi "Oh, maafkan aku belum memperkenalkan diri, aku Invidia salah satu teman kekasihmu, Lux"

“Lalu apa yang membuatmu berada di sini Alice?” Alice menjawab “A-aku keluar dari kamarku karena merasa bosan, lalu aku menyusuri lorong dan melihat ruangan berwarna merah dengan bayangan.” “Aku mencoba mendekatinya lalu kakiku mengijak lantai yang berdecit yang membuat bayangan itu terkejut lalu bayangan itu pergi mengejarku dan akhirnya disinilah aku”. Mendengar itu Invidia tertawa mendengarnya.

“KAU TAHU SIAPA DIA? HAHAHAHAHA...”

Alice hanya menggelengkan kepalanya
“Dia Ira, beruntung kau tidak bertemu dengannya. Jika kau bertemu dengannya mungkin kamu sudah mati dihabisinya.”

Alice hanya terdiam dan merasa bersyukur. Lalu Alice memberanikan diri untuk berbicara pada Invidia. Mereka berbincang semalaman, lalu Alice mulai menanyakan sesuatu. “Tuan Invidia, mengapa anda mengkoleksi selang?”

“Apa maksudmu?” Invidia bertanya-tanya. “Selang yang kau tata rapi di lemarimu”
“Apa kau bercanda? Kau mengira benda itu sebagai selang?” Tanya Invidia terheran.
“Jika bukan selang lalu apa?” tanya Alice
“Itu adalah bagian tubuh manusia favoritku”

Sementara itu di desa, tiba-tiba ada seorang pria muda datang ke tempat itu dengan santai berjalan. Pria itu menuju suatu hotel lalu memesan sebuah kamar. Tetapi ada yang berbeda dengan hotel itu. Hotel itu sudah seperti tempat pengungsian, banyak sekali orang di sana.

Pria itu menanyakan pada wanita di front office apa yang terjadi disini. Setelah mengetahui apa yang telah terjadi pria itu tertawa terbahak-bahak lalu berkata “Menarik, lalu dimana The Six Sin’s itu berada?”. Wanita itu terkejut dan berusaha meyakinkan Pria itu kalau The Six Sin’s benar-benar berbahaya.

Pria itu hanya menjawab “Kau salah, akulah yang berbahaya disini. Sepertinya liburanku berlangsung sangat cepat, sekarang waktunya aku bekerja dan sepertinya aku membutuhkan teman-temanku” Pria itu pergi dari hotel itu lalu wanita itu melihat gelang naga di tangannya dengan batu ruby di bagian mata naganya. Wanita itu terkejut dan menyadari bahwa laki-laki tadi adalah salah satu dari Red Syndicate.


Red Syndicate adalah kelompok psycopath yang disewa negara untuk membunuh para buronan kelas kakap.

****

Sampailah Lux di suatu kota yang cukup jauh dari kota dimana Alice berada. Ia memasuki sebuah cafe sederhana bernuansa eropa. Lux duduk di sebuah kursi dekat jendela, tak lama Lux dihampiri seorang pelayan wanita yang menawarkan menu.

Lux menatap pelayan itu dan berkata “Alea Jacta Est”. Seketika bola mata pelayan itu menjadi hitam legam lalu menujuk seorang anak laki-laki di sudut ruangan sedang menikmati croissant dengan segelas teh ditemani ibunya. Lux mulai bingung, ia ingin menemui Famine salah satu dari The Four Horsemen tetapi mengapa pelayan itu menujuk anak kecil manis itu? Lalu mata Lux terpaku pada Ibu yang menemani anak kecil itu. Ia seperti mati! Ya, seperti orang mati. Karena aku tidak bisa merasakan detak jantungnya sekalipun. Apa mungkin anak kecil itu Alter Ego dari Famine? Setelah semakin dekat, Lux melihat Ibu itu sedang mengambil dan menata banyak croissant dimejanya dan anak itu memakannya dengan sekali telan. Sesekali Ibu itu juga menyuapinya juga. Tidak salah lagi anak itu pasti Famine.

Lux duduk di depan anak itu lalu berkata “Apa kau Famine?” Anak itu terdiam dan menatap Lux dengan mata berwarna crimson yang indah. Anak itu mengambil sebuah croissant lalu memberikannya pada Lux tetapi Lux menolaknya. Anak itu terlihat sedikit marah, anak itu berkata “Apa yang kau mau?” Lux mulai menunduk lalu berkata “Aku ingin meminjam Bloodstone darimu”. Famine membersihkan mulutnya dari remah-remah roti lalu berkata “Boleh saja”.
Lux terkejut, semudah itukah meminjam Bloodstone darinya? Barang yang sangat berharga bagi The Four Horsemen? Saat Lux mulai merasa lega karena ia tak perlu bersusah payah tiba-tiba Famine berkata “Quid Pro Quo”.

Seperti halilintar di siang hari Lux seperti setengah mati mendengarnya. “Quid Pro Quo” yang berarti pertukaran setara, sudah kuduga pasti ada yang tidak beres. Lux berkata pada Famine dengan tegas “Apa yang kau mau?” Famine hanya tersenyum licik. Sebenarnya ini gampang ditebak, ia pasti menginginkan aku untuk menghasut Superbia agar berkhianat pada Lucifer dan benar saja memang itu yang ia minta. Famine ingin sekali menghancurkan Lucifer, apalagi jika anak kesayangan Lucifer yang berkhianat. Tak apalah aku akan menurutinya, mudah sekali untuk mempengaruhi Superbia mengingat aku yang paling dekat dengannya dibanding sin’s yang lain.


Famine mengeluarkan sebuah kotak dan memberikannya pada Lux. Saat Lux membuka kotak itu ia melihat Bloodstone itu berwarna merah redup, Lux kebingungan jika Bloodstonenya tidak bercahaya benda itu tidak akan berguna. Famine berkata “Jika kamu ingin Bloodstone bercahaya kau harus membunuh manusia dan meneteskan darah korbanmu pada batu itu. Ingat pastikan korbanmu itu mati!”.

“Jadi berapa banyak manusia yang harus ku bunuh?” ucap Lux.
“Sampai batu itu tidak merasa haus lagi” kata Famine dengan mulut yang penuh.
Itu berarti sekitar puluhan manusia yang harus Lux bunuh. Lux berdiri lalu menucapkan terima kasih pada Famine. Saat Lux berbalik Famin berkata ”Tempus fugit, amor manet”.

Lux menghentikan langkahnya. Famine tertawa lalu berkata “Tenang saja, tidak akan kuberitahu siapapun”.
Lux menghela nafas lalu pergi.

Untuk menghemat waktu, sepanjang perjalanan pulang Lux membunuh manusia yang berada di depannya dengan sebuah pisau kecil. Lux bergerak sangat cepat saat menebas leher korbannya lalu meneteskannya pada batu itu. Jalan raya kini menjadi sungai darah, banyak korban tergeletak dimana-mana tapi masih saja batu itu tidak memancarkan cahaya.

Lux mulai merasa lelah ia berjalan sempoyongan. Di ujung jalan, ia melihat seorang nenek tua renta yang sedang berjalan. Nenek itu tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di tempat itu karena rabun dan tuli. Lux mendekati nenek itu dengan nafsu bengisnya, memegang kepala nenek itu dan memisahkannya dengan tubuhnya. Diseretnya kepala nenek yang malang itu dengan isi perut yang menjuntai, lalu dipecahkan kepala nenek itu.

Lux mencium bau darah nenek itu dari tangannya lalu dijilatnya “Darah orang tua memang beda” ucapnya. Diteteskan darah nenek itu dan Bloodstone pun mulai bersinar. Amarah Lux pun mulai memudar, ia mulai tersenyum dan berjalan pulang menuju kastil tempat Alice berada.

Sesampainya di hutan ia merasakan sesuatu yang aneh, seperti ancaman. Lux mulai waspada, lalu ia bertemu dengan seorang pria di depannya yang sedang berjalan menggunakan hoodie dan sebuah gelang naga. Pria itu mendekati Lux dan bertanya “Permisi tuan, bolehkah saya bertanya?” Lux hanya mengangguk. “Apa anda tau dimana The Six Sin’s berada?” kata pria itu. Lux hanya diam dan memandangnya dengan dingin. “Oh ya aku Ren, dan kau?” ucap pria itu.

Namun Lux tetap diam, ia merasakan ancaman dari pria itu. Ren mulai mendekati Lux, sangat dekat! Mereka saling menatap, Lux makin waspada dan menyiapkan tangannya untuk mencengkramnya. Tiba-tiba Ren mendekati Lux, ia mencium baudi pundak dan leher Lux. Ren memandang Lux kembali, ia tersenyum dan berkata “Baumu manis” lalu Ren berjalan mundur sedikit berjaga jarak dari Lux. “Sudah berapa orang yang kau bunuh hari ini?” tanya Ren. Lux tetap terdiam dengan tangannya yang sudah siap untuk menghancurkan kepala Ren.

Lux berfikir orang yang dihadapinya bukan orang biasa, ia mulai menyiapkan pisaunya untuk berjaga-jaga.

Tiba-tiba Ren menghilang lalu muncul di belakang Lux, merasa tidak aman Lux berbalik dan mencoba mencengkram Ren, tetapi tidak berhasil. Ren bergerak begitu cepat sampai bayangannya pun tak terlihat. Lux berusaha membaca gerakan Ren tetapi sulit.

Lux mencoba menghindari serangan dari Ren. Lux pun tidak bisa melihat senjata apa yang Ren pakai. Ketika Lux lengah Ren berhasil melukai Lux. Darah mulai mengalir dari pipi Lux, amarah pun sudah tak terbendung. Tubuh Lux mengeluarkan asap panas, matanya menjadi putih, gigi taringnyapun memanjang. Ren yang melihat perubahan Lux hanya tertawa puas.

Pertarungan pun tak terelakan. Lux mulai menyerang Ren yang mulai menurunkan kecepatannya. Serangan Lux pun semakin brutal, Ren hanya bertahan. Saat Lux akan menghunuskan pisaunya, Lux melihat tangan Ren yang ternyata kuku jarinyanya sangat panjang dan tajam yang siap menyerang tangannya yang memegang pisau.

Melihat itu Lux menyerang Ren dengan cepat begitu juga Ren menyerang Lux dengan kukunya. Kejadian itu sangat cepat lalu pertarungan pun terhenti. Ren memegang lehernya yang mulai mengeluarkan darah, ia mengeluarkan cyanoacrylate dari kantongnya dan mulai merekatkan luka di lehernya yang mulai menganga. Sedangkan Lux hanya terdiam melihat kemejanya basah berlumuran darah yang keluar dari tangannya yang terputus.


****

Lux mengeraskan lengannya agar darah yang keluar tidak terlalu banyak. Ren merasa menang karena melihat Lux bersimbah darah.

Ren mendekati Lux dan berkata “Ayolah Lux ini baru pemanasan! Ayo kita main lagi. Hahahahaha” Saat Ren hampir mendekati Lux, tubuh Lux seperti memudar lalu menghilang. Sepertinya saat Ren merekatkan lehernya Lux sudah kabur dan yang ia lihat hanya bayangannya saja.

Bukan Lux tidak mau meladeni Ren, tetapi waktu yang sudah mulai habis. Esok bulan merah akan mucul, dan Lux belum mendapatkan semua barang-barang yang ia perlukan.
Saat Lux sudah dekat dengan kastil ia melihat seorang laki-laki sebayanya yang sedang mondar mandir di depan pintu. Lux mulai mendekati pria itu sambil menyembunyikan tangannya yang terluka dan menghilangkan darah d bajunya.

Lux memanggil pria itu “Selamat malam, ada yang bias saya bantu?” pria itu terkejut saat melihat Lux.

Pria itu berbadan besar dengan otot-otot yang terlatih tetapi dengan kaki yang sedikit gemetar ia berkata “A-Apa kau penghuni kastil ini? Apa kau salah satu The Six Sin’s?”

“Saya hanya seorang butler tuan, apa yang tuan lakukan disini?” ucap Lux dengan sopan.
“Namaku Brandon, aku dating ke sini untuk persembahan dan juga menantang para The Six Sin’s!” “Aku sudah muak dengan kegilaan ini” ucap pria itu. “Aku ingin menantang para orang gila itu!”. Brandon semakin mendekati Lux dan berkata “Tuan pelayan bisakah anda mempertemukan saya dengan salah satu dari mereka?”

“Tentu saya bisa.” ucap Lux sopan.
Brandon berbalik dan berjalan menuju gerbang kastil, tetapi tertahan. Tangan Brandong dipegang erat oleh Lux. Saat Brandon menoleh ke arah Lux tiba-tiba ia melihat wajah Lux berubah menjadi menyeramkan.

Brandon mencoba melepaskan tangannya tapi Lux mencengkramnya dengan sangat kuat. Lux menarik lengan Brandon hingga terpisah dari badannya. Darah segar mengalir sangat deras dari lengan Brandon. Ia meringis kesakitan dan berteriak “Ada apa denganmu?” Lux hanya tersenyum dan memperlihatkan lengannya yang terputus dan menginggalkan Brandon. Saat Lux memasuki kastil ia memanggil Gula dan menuruhnya untuk membereskan ulahnya diluar kastil.

Diantara yang lainnya Gula adalah sin yang paling muda, ia berubah saat berumur 10 tahun. Mungkin kalian bingung mengapa anak sekecil itu sudah berani menjual jiwanya pada iblis? Bukan dia yang sukarela menjual jiwanya, tapi orang tuanya.

Orang tuanya lah yang bermain-main dengan iblis. Ibunya seorang pelacur yang gila judi sedangkan ayahnya seorang buronan. Hidup gula tidak seperti anak lainnya, ia hidup terlantar dan tersiksa. Sejak kecil ia sudah harus menelan pil pahit. Ia pernah hampir dijual ayahnya, harus melayani pelanggan penyuka anak kecil, selalu dipukuli ibunya, setiap hari hanya makan makanan sisa orang tuanya itupun jika ada.

Suatu saat orang tuanya sedang terbelit hutang dan keuangan yang makin surut. Ayah Gula mempunyai ide untuk menjual Gula, tapi Ibunya melarang karena Gula masih sangat berguna. Akhirnya mereka mencoba memanggil roh untuk membantu mereka dan akhirnya persembahan pun dibuat. Ayahnya mencoba untuk memanggil arwah orang kaya agar bisa di beri harta yang berlimpah. Sialnya bukan arwah jutawan yang datang malah Beelzeebub yang mereka panggil. Terlanjur memanggil iblis akhirnya mereka mencoba meminta bantuan Beelzeebub. Keinginan mereka bisa terpenuhi asal mereka membayar dengan 1 nyawa. Tak berpikir panjang mereka langsung menyerahkan Gula sebagai harga untuk dibayar.

Beelz melihat Gula yang sangat polos tak berekspresi apapun, tidak gemetar dan ketakutan. Beelz tertarik padanya, bukannya menjadikan Gula sebagai tawanannya malah merubahnya menjadi seorang sin. Seteleah merubahnya menjadi sin, Beelz memerintahkan Gula untuk membunuh orang tuanya. Awalnya Gula menolak, karena meskipun orang tuanya jahat padanya namun tetap saja mereka adalah orang tua yang sudah membesarkannya.

Beelz menutup mata Gula dan memberi pandangan lain terhadap orang tuanya. Saat Gula membuka matanya Gula melihat orang tuanya menjadi 2 ekor babi gendut yang sangat besar. Beelz membuat Gula menjadi sangat kelaparan dan mempersilahkan Gula menyantap apa yang di depan matanya.
Gula mulai mengeluarkan cakar dari tangannya lalu mencabik-cabik orangtuanya. Gula melahap daging merah segar yang baru dirobeknya.

Saat Gula sedang makan dengan lahapnya ia disadarkan. Tangannya penuh dengan darah, begitu juga bajunya. Di depannya tergeletak mayat orangtuanya yang sudah tak berbentuk. Gula terkejut dan hening sejenak, lalu Gula menatap Beelz yang berada di sebelahnya.
Beelz berkata “ Makanlah, itu sangat enak“

Gula melihat tangannya menggenggam sebuat hati yang besar milik Ibunya. Namun separuhnya rusak karena sirosis meningat Ibu nya suka sekali mabuk. Gula mengiris hati itu menjadi 2 dan memakan bagian yang tidak terkena sirosis.
Gula sangat menyukainya. Rasanya manis dan lembut, Gula tak berhenti memakannya.

Setelah habis Gula mencari hati ayahnya dan menariknya lalu memakannya dengan lahap. Setelah habis Gula merasa sangat puas, ia berterima kasih pada Beelz.

Beelz memberikan tangannya dan Gula meraihnya. Mereka pergi ke suatu tempat yang jauh.
Lux mulai berjalan menuju kamar dimana ia mengurung Alice, tapi Alice tidak disana. Segera Lux mencari Alice di seluruh ruangan, dan akhirnya Lux masuk ke dalam ruangan Invidia. Lux melihat Alice di atas meja oprasi dan sudah di anastesi.
Lux berlari dan menjatuhkan Invidia dengan sekali pukul. Lux menggendong Alice dan pergi menuju ruang pribadinya.

“Brengsek” kata Lux dengan kesal. Kalau tidak karena aku berhutang nyawa padanya, sudah kuhabisi dia.

Dahulu Invidia adalah seorang dokter yang sangat terkenal di suatu desa dan mempunya seorang istri. Ia gemar membantu warga dan tidak pernah meminta imbalan. Pada suatu hari karena selalu membantu warga, istri nya sudah tidak tahan lagi karena kesulitan ekonomi. Istrinya diam-diam selingkuh dengan pria lain tanpa sepengetahuan Invidia.

Invidia mengetahui istrinya selingkuh saat ia pergi selama 3 hari ke desa sebrang untuk membantu pasien yang terkena appendicitis yang ternyata hanya butuh 2 hari untuk pulang. Invidia menemukan istrinya bersama pria lain di dalam kamarnya. Istrinya bersuaha menjelaskannya tetapi Invidia sudah gelap mata. Ia melempar pisau bedah dalam tasnya pada pria seelingkuhan istrinya itu. 3 pisau menancap di dadanya.

Karena istrinya sangat berisik sekali, ia mengikatnya di tempat tidur lalu menjahit mulut istrinya dan membiarkannya melihat suaminya membedah selingkuhannya.
Invidia perlahan mencabut pisau yang menancap di dada pria itu, perlahan darah segar mulai bercucuran. Pria itu mulai lemas dan tidak bisa bergerak.

Invidia mengambil sebuah silet dan mulai mengiris bibir pria itu dan mengatakan “Ini untukmu yang telah berani mencium istri pria lain”.
Ia lalu mulai menggoreskan silet pada tangan pria itu dan berkata “Ini untukmu yang berani menyentuh istri pria lain.”

****

Invidia menjadi gila dibuatnya. Ia menyeret tubuh pria itu keluar kamar sedangkan istrinya hanya bisa menangis bungkam. Istrinya melihat suaminya membawa kekasihnya ke ruangan yang sebrang kamarnya, terlihat bayangan suaminya di tembok sedang memukuli kekasihnya dengan brutal, lalu bayangan itu mulai hilang. Ia mencoba melepaskan diri agar bisa menyelamatkan kekasihnya, tapi tiba-tiba terdengar suara seperti benda berat yang diseret. Ternyata Invidia kembali dengan membawa sebuah kampak yang sangat besar. Invidia mengangkat kampaknya dengan tinggi lalu dengan sekuat tenaga menghujam pria itu.

Tidak hanya memotong tubuhnya menjadi beberapa bagian, tetapi juga mengirisnya lalu menghilang. Dengan cepat ia mulai mencoba melepaskan ikatannya sebelum suaminya kembali, tapi nihil ikatannya terlalu kuat. Akhirnya ia hanya bisa menangis dan menyesalinya, badannya pun mulai lemas karena kelelahan dan akhirnya pingsan.

Belaian hangat tetiba dirasa, dari mulai kepala menuju pipi yang basah oleh air mata di usapnya. Matanya mula terbuka dan melihat suami yang tadinya terlihat bengis menjadi pria berkelas mengenakan jas dengan muka yang lembut, tapi tetap membuat istrinya ketakutan.

Istrinya merintih ketakutan dan meminta maaf, tapi tak didengarnya. Lalu Invidia mengeluarkan sebuah pisau kecil dari kantongnya, mengarahkan tepat di leher istrinya. Semakin ketakutanlah dia. Perlahan Invidia menurunkan pisaunya ke bagian dada lalu merobek baju hingga terlucuti semua. Invidia berbalik, lalu memberikan baju yang cantik pada istrinya. "Pakailah" ucap Invidia dengan lembut "Aku akan menunggumu di ruang makan".
Invidia melepas ikatan istrinya lalu pergi.

Setelah Invidia pergi, istrinya bergegas mengambil selimut di sebelahnya lalu menutupi tubuhnya, dan berusaha mencari jalan keluar untuk kabur. Tapi sayang, semua jendela dan pintu keluar sudah terkunci.

Ia mulai menangis dan kesal, mau tidak mau ia harus mengikuti perkataan Invidia. Akhirnya ia memakai baju yang diberikan oleh Invidia dengan rintihan, dengan tertatih ia berjalan menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan ia melihat Invidia sedang menyiapkan champagne favorite mereka. "Duduklah" kata Invidia dengan senyum yang manis,

"Aku sudah menyiapkan makan malam untuk kita". Invidia mendekati istrinya yang sedang gemetaran, dengan lembut Invidia menyentuh istrinya lalu menuntunnya untuk duduk. Ia menghidangkan makanan pembuka sepiring gnocchi sage butter sauce hangat.

Perlahan tapi pasti tanpa satu ucap kata pun mereka menghabiskan makanan pembuka. Setelah selesai Invidia membereskan piringnya dan istrinya lalu menghidangkan makanan utama. Potongan besar Steak lengkap dengan mashed potato dan salad. Istrinya tersentak saat suaminya menghidangkan steak didepannya. Ia mulai gelisah, rasa takut yang menghampiri dan tangis yang tidak bisa dibendung.

“Sayang, ada apa?”
“A-aku t-tidak mau makan”

Invidia mencoba memegang tangan istrinya “Apa kamu tidak suka steak ini? Bukankah ini makanan favorite mu?”

Istrinya hanya menggelengkan kepala.
Invidia mulai tertawa kecil “Apakah kau mengira steak ini berasal darai tubuh si brengsek itu?”
Istrinya mengangguk kecil sambil mengusap air matanya.

“Sayangku, tidak mungkin aku menyajikan makanan busuk itu padamu”
“Lalu kau kemanakan dia? Apa yang sudah kamu lakukan?”
“Sudah kutempatkan dia ke tempat yang seharusnya!”

Istrinya hanya tertunduk diam.
Saat suasana sudah mulai tenang, mereka melanjutkan makan malam mereka.

Menit demi menit berlalu, suara binatang malam terus berseru. Keduanya tak saling pandang, bicara pun enggan.

“Apa kamu masih marah? Harus ada yang kita bicarakan” ucap Invidia mengejutkan istrinya, dan istrinya hanya menggelengkan kepala.

Istrinya mulai berfikir ini benar-benar kesalahannya dan segera meminta maaf.
Ia mulai mengangkat pandangannya lalu terheran meliat Invidia memandangnya dengan raut muka pucat dan mata merah. Istrinya mulai resah, mungkin suaminya masih marah, ia harus meminta maaf.

Saat istrinya akan membuka pembicaraan tiba-tiba suaranya hilang dan tubuhnya tidak bisa digerakan. Dengan sekuat tenaga ia mencoba menggerakan tubuhnya dan mencoba untuk berteriak. Saat ia meminta tolong, ia melihat suaminya seperti berkata sesuatu tetapi ia tidak mendengar jelas apa yang dikatakannya. Ia seperti . . . sedang mengucapkan mantra.

Ada apa ini? Seketika badannya panas seperti terbakar. Lalu ia melihat bayangan di wajah suaminya, seperti ada seseorang yang datang dari belakang.

Ia mulai ketakutan, hawa dingin mulai terasa. Seperti ada sesuatu yang menyentuh kepalanya, tangan yang sangat besar, hitam dan sentuhannya terasa panas. Tangan besar itu mencengkram kepalanya lalu mematahkan lehernya dengan memutarnya kebelakang. Sempat terlihat seorang pria besar yang basah kuyup dengan senyum tipisnya memandangnya sebelum akhirnya kematian menjemput.

Leviathan, nama pria besar itu. Menghampiri Invidia dengan tawanya yang renyah.

“Jarang sekali ada manusia yang memberiku bayaran nyawa dengan mengorbankan istrinya sendiri”
“Sekarang apa yang kamu mau? Uang? Tahta?” sahut Leviathan.
“Kekuatan”
“Hanya itu?”
“Ya, aku sudah banyak menghasilkan uang dengan jabatanku sekarang. Sayangnya aku sangat lemah” ucap Invidia lesu.
“Menarik sekali hahahahahahahaha”
“Cepat lakukan! Aku sudah jijik melihat tubuhmu yang terus menerus mengeluarkan air busuk itu” ucap Invidia kesal.
“Bagaimana jika ku jadikan kau tangan kanan ku, aku bisa merasakan kepedihan dan kesedihan berada di duniamu.”
Tidak ada respon sedikitpun terlihat dari Invidia.
“Ayolah kawan, ini tidak akan memberatkanmu. Kau tidak akan hanya mendapatkan kekuatan tapi juga keabadian!” sahut Leviathan.

Begitulah, Invidia pria kesedihan. Tapi jauh di dalam hatinya ia masih seorang dokter yang baik. Saat aku mengiris pergelangan tanganku ia menolongku meskipun aku sudah tidak punya harapan untuk hidup. Sialnya saat itu ia sedang berdiskusi dengan Asmodeus dan iblis payah itu tertarik padaku.
Mendengar cerita Lux, Alice mulai merubah pdangangannya mengenai The Six Sins, mungkin mereka ada karena ada suatu tujuan.

Setelah sampai dikamarnya, Lux menempatkan Alice ditempat tidur, menarikan selimut dan mengecup dahinya. “Selamat malam putri”