02/03/19

CREEPYPASTA : Just for Our Sake

Kali ini ia mendekap partitur itu. Lagu favorit ketika ia masih kecil. Teringat akan ayahnya yang selalu mendentingkan piano hanya untuk membuatnya tertidur di pangkuan. Senang, senang, bahagia.

Aku tidak salah, pikirnya. Ini adalah kewajibanku.

Mungkin dia memang harus melakukannya. Ya, dia harus.

Ia memakannya, kembali memakannya.

Habis. Semua sudah habis.

Terdengar sebuah ketukan.

“Nak … Papa ingin berbicara …”

Kali ini gadis belia itu kembali meringkuk, menekuk lutut. Air mata mulai mengalir.

Hidungnya sudah kebal. Ia tidak mencium bau apapun lagi.

Termasuk bau kotoran dan bau bangkai papanya, yang sudah 5 hari tersembunyi, di kamarnya yang terkunci.

Hatinya kesal, meskipun ia menyesal.

Atas nama mama yang telah pergi karena lelah disiksa dan dirinya yang hampir setiap malam dinaiki oleh papa.

Juga atas nama janin kecil yang ada di dalam kandungannya.

Ia tidak membutuhkan polisi. Bukan hakim dan juga jaksa. Ia bahkan meragukan malaikat masih mau datang kepadanya yang kotor.

Ia hanya bermodal sebuah pisau dan garpu, bertahan hidup.

Dan sebuah partitur lagu yang sangat ia sukai.