12/03/19

CREPYPASTA : Bedtime for Brandon


“Tapi ayah, aku ingin biskuit!” Rengeknya.

“Kamu belum menghabiskan makan malammu Brandon, dan kamu tau itu berarti tidak ada cemilan untukmu malam ini.” Aku menjawabnya untuk ke lima kalinya, “Sekarang kau boleh bermain, kamu punya waktu setengah jam lagi sebelum waktunya tidur.” Wajah anakku berubah menjadi cemberut dan dia pun menggerutu saat dia berjalan ke arah balok balok mainan yang berserakan di lantai ruang makan, kaki celana piyamanya membuat suara seretan yang aneh saat dia berjalan.

Aku melihatnya saat dia membungkuk untuk membangun sebuah menara monumen yang dirancang oleh seorang insinyur yang berusia 4 tahun. Gelombang cinta seorang ayah membawakan senyuman ke wajahku di saat aku mencoba untuk mengingat kembali ke dalam buku panduan teknik di depanku. Aku mendalami proses dalam membangun software kolaborasi terbaru di kantorku, dan kurva pembelajaran menjadi sangat curam. Sudah merasa ketakutan akan panggilan panggilan dari pengguna software yang dimulai minggu depan, Aku bersumpah aku sudah siap.

“BRANDON! JANGAN!”

Aku terloncat kaget saat anakku berteriak dan balok balok tersebut runtuh dan berserakan di sekitarnya. “Ada apa, nak?” Tanyaku dengan khawatir. Dia mendongak ke arah ku dengan air mata menggenangi matanya, bibirnya bergetar dalam ketakutan “Brandon meruntuhkan bangunanku. Dan aku hampir membangunnya hingga balok yang paling atas!” kemudian melirik ke arah tempat kosong di samping tangan kanannya. “Brandon adalah anak yang nakal!”

Aku pun mendesah dan menggeletakkan buku panduan itu. “Biarkan aku membantumu membereskan ini semua. Setelah ini sikat gigimu dan bersiaplah untuk tidur, dan jika kamu menurut, kita bisa menelpon Ibu yang sedang rapat untuk mengatakan selamat malam. Setuju?”

“Bisakah kami bertatapan muka? Aku ingin sekali melihat ibu.”

“Itu bisa diatur. Biarkan aku menaruh buku ku dulu,” Kataku sambil mengangkat buku panduan itu dengan satu tangan. “Kemudian aku akan kembali dan membantumu membereskan balok balok itu.”

“Oke, Ayah.”

Aku pun berjalan ke kamar tidurku untuk menaruh buku panduan itu ke rak disamping tempat tidurku untuk dibaca nanti. Saat aku berjalan keluar kamarku, Aku melihat pintu kamar Brandon terbuka lebar dan lampu kamarnya menyala. Aku tau aku sudah mematikan semua lampu di kamarnya setelah memakaikannya piyama, dan aku tidak mendengar tapak kakinya di lantai kayu di lorong rumah. “Brandon?” Panggilku...

“Ya Ayah?” Aku mendengarnya dari arah ruang makan, bahkan disaat bersamaan aku mendengar suara gedebuk berirama dari arah kamar tidur dibelakangku. Aku mengerutkan dahiku dan rasa takut mulai menghantuiku, aku dengan pelan melangkah ke arah kamar anakku. “Hello” Aku memanggil dengan pelan, kemudian suara gedebuk pun berhenti.

Langkah selanjutnya, dan pikiranku mulai dihantui hal hal menyeramkan. Penyusup bersenjata, penculik, badut psikopat....

Langkah selanjutnya, dan sekarang aku bisa melihat separuh dari kamar itu. Cahaya dari lampu tidur memberikan penerangan berbayang ke tempat tidur kusut itu, mainan yang tak terhitung jumlahnya berserakan di lantai, poster poster kartun tertempel di dinding. Aku terdiam kaku saat aku mendengar suara gebukan kencang.

Sesaat setelah itu aku terloncat kaget, di saat kencangnya suara, raungan penuh kesedihan, dan kemudian kucing kami yang berwarna abu abu dan putih yang besar mencoba untuk menjungkirbalikkan tubuhku untuk keluar dari kamar itu. Kupingnya menelungkup ke bawah dan dia bergerak cepat, kucing itu pun berlari menyusuri lorong dan menghilang dari pandanganku, lebih cepat hingga tak dapat kukejar. Aku mengambil langkah akhir ke pintu masuk kamar itu, dan melihat ke sekeliling kamar. Tidak ada apa apa disana dan semuanya terlihat normal seperti yang terakhir kali kulihat setengah jam yang lalu. Aku pun mendesah, melepaskan rasa stres dan ketegangan yang menaungiku beberapa saat yang lalu.

Menggelengkan kepalaku atas kebodohanku , Aku berjalan menyusuri lorong dan menemukan anakku yang telah menaruh balok terakhirnya. “Semuanya selesai Ayah, Ayah terlalu lambat!” katanya disertai dengan senyuman.

Aku pun membalas senyumannya “Oke anakku yang lincah, mari lihat seberapa cepat yang kamu bisa untuk mencapai kamar mandi dan mulai menggosok gigimu.” Balasku, “Yang lambat akan mendapat gelitikan!” Kataku sambil menunjukkan tanganku yang potensial untuk menggelitik. Aku secara perlahan bergerak ke arahnya dan dia pun menjerit dalam tawa sambil berlari melewatiku menuju kamar mandi.

Aku pun berbalik untuk mengikutinya disaat sesuatu tertangkap oleh mataku. Bertubuh kecil dan berwarna abu abu, mengenakan piyama biru sama seperti yang dikenakan anakku, bercorak pesawat roket dan planet. Kedua matanya sangat lebar, menunjukkan urat urat mata disekitar pupil hitam besarnya. Tidak ada iris yang terlihat di matanya, memberi tatapan dingin dan kosong. Jari jarinya terlihat sedikit terlalu panjang, sedikit terlalu kurus, dengan rambutnya yang jarang seperti pria tua yang mengalami kebotakan sedang berdiri disana.

Aku bergerak mendekat untuk melihatnya dengan lebih jelas, dan sebagai ilusi yang belum jelas adanya, sosok itu pun menghilang secepat kucoba untuk melihatnya. Lagi, ku gelengkan kepalaku dan mencaci diriku sendiri karena merasa gelisah dengan cepatnya disaat kulanjutkan langkahku ke kamar mandi.

Anakku sudah menarik tangga kecilnya dengan sikat giginya yang telah dibasahi air. Aku melihatnya menaruh isi pasta gigi ke sikat giginya dan menyikat giginya dengan gembira. Aku pun tersenyum agar tidak mengkhawatirkan dia tentang seberapa besar khayalanku telah membuatku takut. Kehilangan ingatan tentang penglihatan yang mengerikan itu, aku pun terbangun dari lamunanku saat anakku bertanya “Bagaimana Ayah, bersih bukan?”

Dia pun tersenyum lebar menunjukkan semua giginya untuk diperiksa. “Kamu hebat, nak. Sekarang pergilah ke tempat tidurmu jadi kamu dapat berbicara ke Ibu.”

Aku menariknya dan menaruhnya di pundakku disaat kami keluar kamar mandi dan berjalan menuju kamarnya. Di pintu kamarnya, dia berteriak “Pesawat, Ayah!” Kemudian kuturunkan dia dari pundakku dan menaruhnya ke depanku, tangannya terbuka lebar mengikuti sayap pesawat, Aku pun menerbangkannya ke tempat pendaratannya.. “Brandon 1 ke air bed control. Meminta izin untuk mendarat. Over.” Kataku.

“Cssshk. Air bed control ke Brandon 1. Izin diberikan” Jawabnya disertai tertawa kecil disaat aku dengan perlahan melemparnya ke atas tempat tidur. Dia pun melompat dan meluncur ke balik selimut.

“Oke, teman kecilku, biarkan kuambil handphone ku dan kita akan menelpon Ibu.”

Aku berjalan keluar kamarnya ke arah ruang makan, tempat dimana kutinggalkan handphoneku tadi. Orang orang selalu mengejekku karena meninggalkan handphoneku dimana mana. Saat aku mengambil handphoneku, ku dengar suara tapak kaki brandon dari dalam lorong. “Kamu lebih baik berada di atas tempat tidurmu disaat aku sampai disana Mister, atau kau akan terkena hukuman!” Panggilku. Suara langkah kakinya pun terdengar dan berdebuk disaat dia melompat ke atas tempat tidur, aku pun berbalik dan berjalan ke arah kamarnya.

Disaat kumasuki kamarnya, Brandon sedang berbaring di atas tempat tidurnya tetapi sesuatu terasa aneh. Brandon terasa lebih tenang daripada biasanya di waktu tidur. Dia pasti lebih lelah dari yang kukira.

“Oke, ayo telpon Ibu dan katakan selamat malam.” Kataku saat aku berjalan ke tempat tidurnya.

“Ayah, periksalah monster di bawah tempat tidurku.”

Brandon sangat sangatlah jarang menanyakanku untuk memeriksa monster di bawah tempat tidur, tetapi ini tetap terjadi. Untuk meringankan pikirannya aku pun menundukkan badanku, menurunkan kepalaku hingga aku bisa melihat bagian bawah tempat tidur itu. Disana, di bawah tempat tidur, melihat balik ke arahku dan gemetaran, adalah anakku , Brandon.

“Ayah, ada seseorang di atas tempat tidurku.” Bisiknya dengan penuh takut.

Kugenggam tangan anakku, dan menyeretnya denganku disaat aku berlari menuju lorong kembali, mendorong mainan mainan yang berserakan di depanku. Di saat aku membanting pintu, kulihat makhluk itu berdiri di atas tempat tidur, tersenyum untuk menunjukkan deretan giginya yang dingin dan tajam seperti paku dan melambaikan tangan ke arahku. Seperti makhluk itu berkata, “Dadah, selamat tinggal, sampai jumpa nanti!”

Dengan pintu yang tertutup aku pun berdiri di depan pintu itu, membawa anakku dan berlari ke pintu depan. Kuraup kunci mobilku di atas meja di dekat pintu depan, dan kami pun keluar dari rumah itu dan berlari ke mobilku secepat mungkin, anakku pun menangis. Setelah aku memasukkan anakku ke dalam mobil, Aku pun melompat ke kursi depan mobilku dan menyalakannya sebelum kuputar balikkan mobilku dan mengendarainya ke jalan raya.

“Ayah, Brandon adalah anak yang nakal!” anakku menangis.

Kulihat rumah itu kembali saat aku beranjak pergi, makhluk itu sedang berada di jendela kamar anakku dan masih melambaikan tangan...

Source : Reddit Nosleep