Ya, semenjak kemunculanya, ini seolah membuat rasa gairah untuk mengulas tentang kemisteriusanya.
Ini di mulai setelah kemunculanya yang cukup menyita perhatian hampir semua orang.
Ini memang terdengar biasa, mengingat dulu sudah pernah terdengar nama tentang pembunuh misterius yang selalu beraksi dalam kegelapan, hanya saja—kali ini berbeda, siapapun yang melakukan ini sangatlah brutal, tidak ada sisa yang bisa di lihat, selalu saja sama, pembunuh itu melakukanya dengan sama persis, seperti mengeluarkan otaknya dari kepalanya, membiarkan tercecer di jalan, kemudian ada sentuhan menarik, selalu saja, ada bunga putih di atas korban.
Ini terdengar unik, bila benar bunga itu adalah bunga yang di berikan oleh pembunuh itu pastinya akan membuat semua orang berfikir keras, kenapa??
Membunuh kemudian bersikap empati pada korban. Sinting!! Siapapun itu sinting, dan aku harus tahu bagaimana keadaan psikisnya, ini bukan kali pertama aku menyelidiki atau menguntit layaknya seorang stalker namun, ada kecenderungan yang membuatku tertarik dengan pembunuh satu ini. Sebagai jurnalis dari salah satu media Kriminal terkenal ini merupakan tantangan dan sebuah hasrat menulis siapa dan bagaimana dia bisa melakukan itu.
Beberapa polisi selalu mengatakan, pembunuh menggunakan alat yang sama setiap menjalankan aksinya, dan ini lah yang membuatku berpikir keras kenapa harus menggunakan benda itu.. apakah menarik.
Sebuah Palu. Ini sangat konyol. Siapa sebenarnya pembunuh itu.
Polisi juga tidak bisa mengungkap bagaimana dia memilih korbanya, apakah secara acak, atau.. dia sudah menentukanya sejak awal. Ini semua masih belum di mulai, karena bagaimanapun, si pembunuh ini kini adalah obsesi terbesarku untuk mengulas cara memandangnya..
Tentu saja, ini adalah Tantangan yang mengasyikkan.
***
Sabtu pagi.
Aku baru saja mengeliat di atas ranjangku saat aku mendengar dering handponeku, ku angkat dengan mata berat, saat aku mendengar salah satu teman jurnalisku mengatakan, “ada korban lagi”.
Aku bergegas, tanpa harus membasuh wajahku, aku meraih jaketku, tak ku pikirkan bau badanku, dan tentu saja bau mulut akibat rasa frustasiku mencari informasi dari pembunuh itu.
Aku keluar dari pintu taksiku dan berjalan tergopoh-gopoh dengan kamera dan catatan kecilku.
Setelah membayar sopir taksi itu, aku menapakki anak tangga dimana sudah berkumpul banyak orang termasuk para polisi yang sudah ku kenal.
Awalnya mereka menghentikanku, namun salah satu dari komandan mereka mengenalku dan mengijinkanku meliput meski hanya sebentar saja.
Ku persiapkan kameraku memotret sebisaku, dan aku terbelalak menyaksikanya, sama seperti biasanya, kepalanya hancur dengan otak tercecer, dan bunga tanda berkabung itu ada di atas mayat itu.
Aku mendesah, dengan degupan yang keras.
“apa yang di lakukan pria ini, kenapa dia harus di bunuh!!” hati kecilku bergumam penuh pertanyaan keluh.
Aku duduk sejenak di ruang tamu, mendengar gumaman dari kepolisian yang terlihat putus asa mengingat siapa pelaku di balik rantai pembunuhan ini. Ketika aku memandang sisi dinding, aku melihat karikatur kecil, dan sebuah bingkai Foto.
Aku melihat korban sebelum kepalanya hancur, dan membuatku mengingat semua mayat—korban dari pembunuh itu.
“Santa -Maria Cf”
Semua orang yang tewas adalah para penentang dari sebuah panti asuhan di ujung kota, kenapa tidak terpikirkan olehku, gadis korban pertama adalah salah satu konsultan kota yang gagal menentang persidangan soal hak tanah dari panti asuhan itu, hingga pria ini, dia juga terlibat, terlebih dia adalah penantang dalam hak perebutan tanah panti asuhan itu.. apakah ini semua ada hubunganya dengan panti asuhan itu. Apakah pembunuhnya ada disana??!!
**
22 juni, aku memutuskan mempersiapkan catatan kecilku dan mengunjungi panti asuhan itu sebagai salah satu relawan.
Ku tatap gedung tua yang tidak terawat dengan halaman bermain usang seperti ayunan yang berkarat, dedaunan kering memenuhi halaman. Ku ketuk pintu kayu tua dan memandang seorang gadis kecil, mungkin berusia 14 tahun, berdiri memandangku dengan teduh.
“apa yang anda cari tuan??”
“perkenalkan namaku mr. Tombson. Gadis manis. Apakah aku bisa bertemu dengan pengelola panti asuhan ini”
Gadis itu tersenyum, matanya biru muda seperti berlian edelblue, dengan ramah dia mempersilahkan masuk dan membimbingku menuju ruang tengah.
Aku duduk disana untuk waktu yang lama, hingga seorang wanita tua datang dan memberikanku senyuman.
Kami berbicara panjang lebar tentang sejarah panti asuhan itu, ku tanyakan kalimat basa –basi untuk menghiburnya seputar perebutan hak tanah dari tuntutan pihak luar.
Aku masih belum menemukan apa-apa.
Setelah semua itu, aku memutuskan berjalan-jalan sejenak melihat para penghuni kecil panti asuhan ini. Tidak ada yang istimewa, sama seperti panti asuhan lain, banyak mata kecil dari anak perempuan dan lelaki yang mengawasiku, rata-rata mereka mungkin berusia 6 – 16 tahun,
Aku mencoba tersenyum ramah, namun mata mereka seolah mengisyaratkan ketakutan masal. Ada apa dengan mereka, pikirku.
Ketika aku menelusuri lorong, aku melihat seorang anak lelaki mungkin berusia 12 tahun, sedang duduk santai dengan kaki menekuk, bermain kartu sendirian, anak itu menatapku sekilas kemudian kembali tertuju pada kartunya. Aku menghampirinya untuk sejenak menyapanya.. sebelum ucapan anak itu menghentikanku. “pergilah tuan.. apa yang kau cari, bisa saja membuatmu berakhir sama seperti yang lain?!”
Ada isyarat mengerikan dari kalimat itu. Anak itu, dia berbicara seolah bisa membaca pikiranku, “kau suka bermain black Jack nak??” ucapku mencoba mengalihkan perhatianya.
“tentu saja!! Namanya adalah Jack” ucap sebuah suara dari seorang gadis yang menyambutku, aku cukup tersentak kaget saat mendengarnya tiba-tiba ada di belakangku dengan senyuman ramahnya.
Aku berdiri kemudian menatap gadis itu, namun gadis itu mengatakan sesuatu yang tidak kalah mengerikan.
“kau seorang jurnalis, apakah kedatanganmu disini mencari sesuatu.. bila benar. Aku akan memberitahumu sebuah rahasia. Kau mencari siapa pembunuh itu bukan??”
Aku tersentak dengan mata terbelalak, aku tidak pernah begitu terkejut mendengar ucapan dari seorang anak kecil.
“apa maksudmu nak? Kau pasti ingin bercanda bukan.”
Gadis itu mengeleng padaku, kemudian memintaku untuk mendekatkan telinganya di bibirnya.
“namanya adalah “Little Hammer” dan bila kau ingin melihatnya, datanglah ke Nort Street 12.B”
***
malam dingin itu, aku sudah menghabiskan 8 batang rokokku, hanya duduk dan melihat angin dingin berhembus.
Tidak ada apa-apa disini kecuali, hanya jalanan kosong. Gadis itu mengerjaiku..
Aku tersenyum remeh, dan berpikir, tentu saja. Dia hanya seorang gadis cilik. Hingga aku mendengar langkah kaki kecil, aku berdiri dan menatap seseorang berjalan sendiri dengan koper di tanganya.
“bukankah itu adalah pengacara dari keluarga korban.. apa yang dia lakukan.”
Ketika mataku tertuju pada lelaki itu, aku menatap seseorang lain, seorang dengan wajah yang di tutupi tudung merah, saat.. tiba-tiba lelaki itu terjatuh, aku tidak tahu, bagaimana tiba-tiba dia terjatuh seperti itu, dan tiba-tiba, si tudung merah berjalan pelan menuju lelaki yang tersungkur itu.
Dia mengeluarkan sebuah Palu di tanganya, kemudian menghempaskanya tepat di ubun-ubun kepala pria itu, mataku seperti ingin melompat keluar, menyaksikan benda keras itu menembus tengkorak lelaki malang itu.
Tidak hanya itu, si tudung merah, menghempaskan kembali palu itu tepat di kepala lelaki itu berkali-kali, aku seperti tidak sanggup menyaksikan itu, lelaki itu sudah tewas, namun dia masih melakukan itu.. brutal.
Dengan gemetar aku mengambil gambarnya, kemudian bersiap untuk pergi saat, suara itu terdengar olehku..
Dia memanggil namaku, aku berbalik menatapnya pelan, saat dia membuka tudung itu, dan mataku terbelalak melihat siapa yang ada di balik tudung itu.
“aku tidak akan membunuhmu, tulislah kisah ini. Buat kisah ini , bahwa Rantai pembunuhan yang terjadi adalah ulah dari “Little Hammer” namun, bila kau mengatakan siapa identitasku, kau tahu, aku pandai melakukan seni ini”
Setelah itu dia pergi, sementara bibirku gemetar keluh menatap mayat mengerikan itu, aku segera pergi, ku kunci apartementku.
Dia berbohong!! Dia berbohong!! Tanpa membuang waktu, aku segera menulis siapa pelaku pembunuhan itu, ku upload Foto itu, dengan judul “Little Hammer adalah sang pengeksekusi dari kegelapan”
Aku mulai menulis semua ini, bagaimana aku bertemu denganya, dan siapa dia sebenarnya. Ku arahkan kursor agar segera mengirim data ke media tempatku bekerja dan para staff akan tahu apa yang harus di lakukan , sebelum..”
“bukankah aku sudah bilang!! Jangan menulis identitasku. Kau benar-benar nakal. Baiklah, akan aku edit sedikit di bagian identitas dan nama panti asuhan itu” ucap sebuah suara yang tiba-tiba muncul di sisi kepalaku.
“Blesss!!”
Yang terakhir ku lihat adalah, sebuah mata biru berlian EdelBlue. Little Hammer.