Pada saat itu aku sudah berbaring di kasur, mulai merasa ‘melayang’ dan memasuki alam mimpi, namun tiba-tiba jeritan dari saudariku masuk dalam mimpi itu.
Saudariku menangis untukku, ia menangis untuk seseorang. Aku tidak bisa menolongnya, tidak ada yang dapat kulakukan untuk membuat ia berhenti.
Suatu hari, aku membawakannya beberapa tangkai bunga Lavender segar. Aku berharap aroma dari Lavender itu dapat menenangkannya. Aku menutup mata untuk beberapa saat, namun ia masih tetap berteriak.
Apa yang dapat kulakukan untukmu, Saudariku? Mengapa kau terus berteriak? Apa yang membuatmu takut? Jika kau tidak mau memberitahuku, maka, tidak ada yang dapat kulakukan.
Suatu malam, saat aku merasa jeritan ini sudah keterlaluan, aku bangun dari tidurku. Aku akan menghentikan jeritannya, aku bersumpah. Aku berjalan menuju tempat tidurnya dan berlutut tepat di atas tubuhnya.
Berhenti menjerit. Kubilang, BERHENTI MENJERIT!
Aku menatapnya, namun tidak dapat melihatnya. Ini terlalu gelap dan … ada jarak di antara kami.
BERHENTI MENJERIT!
Akhirnya ia berhenti, namun sepertinya itu hanya karena ia tahu, ada orang lain di sana.
Sekarang ia lebih tenang. Ia tidak ingin mereka tahu jika dia di sana.
Ibu menyuruhku untuk kembali ke tempat tidur. Ia bilang, aku harus berhenti untuk datang dan melihat saudariku tiap malam.
Namun, tidakkah kau mendengar jeritannya, Bu?
Mungkin ibu memang tidak bisa. Hanya aku yang bisa.
Sekarang saudariku pura-pura tertidur. Aku bangun dan membersihkan lututku yang kotor oleh tanah akibat berlutut di atas kuburan saudariku.
Saudariku beristirahat di peti matinya. Ia mati, namun masih terus menjerit.
sc : spookypasta